DUPONT FAMILY #1: Mrs. Dupont
8/29/2015 11:30:00 AM—PROLOG
Gadis
itu hanya bisa
melihat kegelapan kelam yang menyesakkan.
Dia
mendengar suara hujan
dan
suara derasnya air terjun yang
terdengar
seperti lolongan monster. Di
belakangnya,
ada
sesosok pria yang
terus mendorongnya
menyebabkan
kaki kanan gadis itu menjadi seratus kali lebih menyakitkan daripada
sebelumnya. Dia hanya bisa menggigit bibirnya
sambil menangis, lalu meneruskan perjalanan menuju tempat yang hanya
diketahui
oleh
Tuhan
dan pria di belakangnya.
"Ayo,
terus. Kau hampir sampai,
Anastasia."
Gadis
itu terus berjalan ke depan. Hingga
tiba-tiba
dia merasakan sesuatu yang hampa di bawah kakinya dan suara air
terjun begitu keras di telinganya. Dia merasa melayang ke bawah.
Terpaan
angin begitu keras menampar dirinya. Dia jatuh
hingga
suara hujan teredam
di
telinganya
begitu dia merasakan gerakannya menjadi
begitu lambat karena genangan air.
Inilah
akhirnya, dia sudah tahu ini akan terjadi, cepat atau lambat.
***
—BAGIAN SATU: Mrs. Dupont
Saat
itu, Anastasia Jensen melakukan pekerjaan pertamanya sebagai pengamat
lingkungan. Karena sebagai seseorang yang ingin mendapatkan gelar
sarjana Sosiologi, dia harus mempelajari lingkungan masyarakat dengan
baik dan tepat lalu membuat laporan itu selama lima hari. Dia harus
mengunjungi satu rumah yang terdiri dari satu keluarga dalam sehari
dan mempelajari apa saja tentang keluarga itu. Lalu, malam harinya
dia harus kembali ke asrama dan menulis essainya.
Ana
memulai perjalanan menggunakan kakinya sebagai transportasi ke 'Desa
Pemenang', dimana dia akan mengunjungi rumah Mr. dan Mrs.
Dupont—orang berkebangsaan Prancis yang tinggal di Victory Village,
Inggris,
hampir sepuluh tahun. Anastasia sampai di rumah keluarga Dupont saat
hari sudah hampir malam. Saat melihat rumah bergaya Victoria
klasik yang begitu besar, Ana agak ragu dan melihat lagi alamat yang
tertera di kertas kecil yang dilipatnya. Saat melihat nomor 72 di
sisi pilar pagar rumah besar itu,
Ana pun yakin ini rumah mereka. Dia menekan bel tiga kali dengan
tempo agak cepat. Sambil menunggu orang membukakan pintu, dia
membereskan kepangan rambut pirang emasnya, menepuk rok kotak-kotak
dan kemeja putihnya yang sederhana lalu menurunkan tangannya ke sisi
pinggang ramping gadis itu.
Tidak
lama kemudian, seorang wanita berambut hitam legam dengan mata coklat
tua membuka pintu besar berukiran rumit itu dan menunjukkan tubuhnya
yang lumayan tinggi semampai. Dia mengenakan blus biru pastel dan
menyanggul rambutnya ke belakang. Begitu elegan, pikir Ana. Dia pasti
Mrs. Dupont.
"Bonjour,"
sapa wanita yang berumur
sekitar
akhir 30-an itu
kepada Ana. "Kau pasti Anastasia Jensen."
Ana
mengangguk dan menyunggingkan senyum lebarnya kepada wanita yang
tingginya
berbeda
lebih
kurang
lima sentimeter lebih
tinggi
darinya. "Saya Anastasia Jensen." kata Anastasia sambil
mengulurkan tangan kurusnya ke arah tangan wanita itu. "Saya
merasa terhormat bisa diterima menjadi tamu di sini." ujar gadis
itu ramah.
Mrs.
Dupont tersenyum manis lalu menganggukkan kepalanya dan melepas
jabatan tangan mereka. "Mari masuk, kami sudah menyiapkan
makanan untukmu. Dosenmu mengatakan kepadaku kau akan datang besok.
Kenapa cepat sekali?"
Anastasia
terkekeh kecil sambil tersenyum simpul. "Yah, lebih cepat lebih
baik bukan?"
Mrs.
Dupont diam sejenak sambil mengunci pintu pagar dengan memasukkan
passcode
di balik pilar pagar sebelah kanan. Tapi saat dia menatap mata biru
laut Anastasia yang jernih, dia hanya tersenyum sedikit lalu
mengangguk sekali. "Benar sekali. Ayo masuk. Keluargaku sudah
menunggumu."
Anastasia
merasa keluarga ini begitu harmonis dan nyaman untuk diajak bicara.
Dia pun dengan senang hati menaiki tangga menuju pintu besar bermotif
rumit itu dan membiarkan Mrs. Dupont membukakan pintunya yang
ternyata juga dikunci dengan passcode.
Saat masuk rumah itu, Ana merasa seperti di sebuah rumah bangsawan
Inggris terkenal.
Langit-langit
ruang tamu mereka yang
bersebelahan dengan ruang dansa besar yang
digantungi kristal besar adalah lukisan paling indah yang pernah
dilihat Anastasia walaupun agak sedikit eksplisit.
Interior rumah keluarga Dupont bukan modern atau minimalis seperti
rumah-rumah orang Inggris kekinian pada umumnya . Dia melihat guci
dan barang-barang mahal
lainnya
yang terbuat dari kayu maupun keramik, dia juga melihat pilar tangga
menuju lantai atas yang meliuk seperti mahakarya. Semuanya begitu
terasa
penuh
dengan
seni, sampai-sampai Ana ingin tidur di lantai dansa mereka yang
begitu luas.
"Mari
kuperkenalkan kau dengan keluargaku. Mereka ada di meja makan
sekarang." panggil Mrs. Dupont saat melihat Anastasia mulai
terdistraksi.
Anastasia
pun mengikuti Mrs. Dupont dan melihat ada tiga orang yang sedang
duduk di meja makan namun sibuk dengan urusannya masing-masing. Satu
gadis berpakaian minim sedang melamun sambil memainkan rambutnya.
Satu pemuda sedang melipat tangannya di atas meja dan kepala mengadah
ke langit-langit seakan-akan dia bosan dan ingin cepat pergi.
Sedangakan pria yang mungkin seumuran Mrs. Dupont seperti sedang
memperagakan olahraga lempar jangkar karena tangannya mengayun-ayun
di atas udara. Ana awalnya berhenti melangkah saat samar-samar dia
mendengar seperti ada suara yang memanggil. Namun Mrs. Dupont yang
sedang menunggu di depannya membuyarkan lamunan Ana.
"Richard,"
Mrs. Dupont menoleh kearah pria, "Callum," kepala Mrs.
Dupont menghadap pemuda berambut hitam berpotongan shaggy, "Crystal"
gadis itu masih melamun sambil membelakangi mereka, tapi Ana yakin
gadis berambut pirang pasir itu mendengar suara ibunya. "Kita
kedatangan tamu. Namanya Anastasia Jensen dan dia di sini karena
temanku, Karl mengutusnya supaya dia dapat menyelesaikan essainya."
"Dia
tidak akan bisa, ibu" kata Crystal yang kemudian menoleh kearah
Ana. Sontak Ana kaget karena wajah Crystal begitu tidak manusiawi.
Matanya merah nyalang seperti tidak tidur selama beberapa tahun.
"Untuk apa kau mengizinkannya?"
"Crystal!"
ibunya membentak dengan suara pelan. Seperti tidak menggubris
perkataan ibunya, dia pun mengubah posisinya dengan duduk benar lalu
memakan makanan yang sudah disiapkan.
Anastasia
mendengar Mrs. Dupont menghela nafas pendek, namun saat melihat
wanita itu dia tersenyum dan menarik satu bangku. "Silahkan
duduk, Anastasia. Kau pasti belum makan malam."
Suasana
makan malam begitu tenang, Mr. Dupont sama sekali tidak buka bicara,
begitu juga dengan anak laki-laki Mrs. Dupont. Ana juga merasa tidak
enak mengunyah makanannya. Saat dia menenggak air dari gelas, suara
hujan deras membuatnya menoleh ke arah jendela besar yang
tertutup
tirai tipis.
Bagaimana
dia bisa pulang?
"Ya
ampun, hujan." Mrs. Dupont berkata dengan cemas sambil menatap
Anastasia. "Kau tidak bisa pulang. Asramanya terlalu jauh."
"Tapi.."
"Kau
bisa memakai salah satu dari kamar di rumah ini. Ya kan Richard?"
Mr.
Dupont hanya menoleh sekilas ke arah istrinya, lalu mengangguk.
Ana
pun setuju kepada Mrs. Dupont dan setelah selesai makan, dia menuju
kamarnya untuk satu malam. Mrs. Dupont sangat baik dan bahkan
menjelaskan perabotan yang tidak Ana ketahui di kamarnya.
"Selamat
tidur. Aku akan membangunkanmu besok." Mrs. Dupont pamit lalu
menutup pintu kamar Ana. Ana pun menarik nafas lega lalu merebahkan
badannya di kasur dan menghela nafas. Belum pernah dia tidur di
kasur senyaman ini. Tapi saat melihat ke luar jendela kamar, dia
heran mengapa hujannya berhenti begitu cepat. Dan juga tidak ada
tetesan air yang menempel di jendela.
Ana
mengedikkan bahu, lalu melepas kaus kaki dan ikatan rambutnya. Dia
tertidur dengan pulas, dan untuk pertama kalinya dia tidak bermimpi
indah.
-BERSAMBUNG-
Story By ©JulianaBeaugerard
Edited By Abon & Veren
Cover Illustration from google. I'm sorry for using without permission
Terima kasih sudah membaca DUPONT FAMILY #1. Silahkan komentar di bawah. Kalau kamu suka dengan cerita ini, jangan ragu untuk share di sosial media kamu juga. Ikuti kelanjutannya hari Sabtu minggu depan hanya di Jonisinishow.blogspot.com!!
1 komentar
Makasih yaa, jd pengen tau lanjutannya bons!
BalasHapusBonjour!